Kamis, 18 Oktober 2012


REVIEW JURNAL

Judul Jurnal  : Pembelajaran Nilai  Budaya Siri' Pada Masyarakat Bugis Makassar Di Lingkungan Sekolah: Perspektif Psikologi Lintas Budaya  Dalam Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah  Dasar.
Penulis            : Muh. Nur Ali

Salah satu budaya dalam masyarakat Bugis adalah Siri’. Menurut Mattulada (1992), Siri’ merupakan “rasa malu” yang abstrak tetapi bisa diobservasi dalam kehidupan sehari-hari. Dalam ungkapan bahasa Bugis dikatakan "iyana  ritu siri 'e naonroi tellu cappa" yang berarti rasa malu pada tiap-tiap orang terletak  pada  3 ujung. Maksudnya adalah yang pertama ujung lidah yaitu dilarang berkata dan dikatai dengan kata-kata kotor. Yang kedua adalah ujung badik yang artinya dilarang menghindar atau lari dari segala ancaman dan serangan fisik. Dan yang ketiga adalah ujung kemaluan laki-laki yang berarti dilarang melakukan zinah atau dizinahi.
Menurut kepercayaan masyarakat bugis, apabila seseorang ternodai oleh ketiga ujung tersebut maka hidupnya dikatakan sia-sia atau lebih baik mati. Nilai budaya siri’ tidak pernah menerima pengakuan dari luar, sehingga tidak tersosialisasikan dari segi manfaat dan mudhoratnya. Nilai budaya siri’ menjadi konsep yang mengambang dan diartikan berbeda-beda atau relatif oleh tiap warga Sulawesi selatan, yang mana cukup berbahaya karena dapat terjadi perdebatan antar sesama warga atau terhadap warga lain (outgroup).
Menurut Matsumoto (2000), persepsi tiap orang tentang dunia tidak sepenuhnya sama dengan persepsi dari kita. Dalam kehidupan sehari-hari, ketika seorang individu menganggap dirinya sebagai representasi dari suatu komunitas akan menimbulkan stereotype bahwa komunitas yang bersangkutan psikopatik. Sama halnya dengan kebrukan individu yang mengatasnamakan nilai siri’ dalam komunitas Bugis dan Makassar.
Begitu luhurnya nilai kualitas suatu budaya hingga mengedepankan kemaslahatan manusia di luar atau dalam komunitasnya. Jika kemaslahatannya tidak muncul, maka perlu dipertanyakan proses pewarisan nilai yang terjadi, sebab diduga telah terjadi bias  pemahaman oleh penganutnya.

Tinjauan Kritis Terhadap Budaya Siri’
Siri'  juga  merupakan  aktualisasi  potensi rohaniah manusia penduknng kebudayaan itu secara keseluruhan yang tak terpisahkan satu dengan yang iainnya (Mattulada, 1992). Keseluruhan yang dimaksud adalah komponen-komponen yang saling menentukan dan komplementer  dalam satu sistem.
Pemahaman   objektif  terhadap  nilai­nilai luhur budaya sangat penting, karena budaya mempengaruhi bagaimana cara menerima dan memproses informasi, atau memahami secara kognitif semua proses mental yang meliputi persepsi, pemikiran rasional, dan hasrat yang menjadi keinginannya (Matsumoto,  2000). Akan tetapi objektivitas dalam pengertian keselarasan dengan dunia objektif (multikultural), juga menjadi rujukan penting sebagai kriteria pembenar nilai pergaulan universal.
Jadi dalam masyarakat bugis terdapat pelabelan (stereotype) bahwa setiap orang bugis dan makassar mempresentasikan perilaku psikopatik dalam perilaku dalam pergaulan antar etnik. Orang bugis bone mengintepretasikan budaya siri sebagai nilai luhur yang harus dijunjung tinggi sebagai ekspresi penghargaan terhadap orang lain, yang bermakna bahwa setiap orang mempunyai rasa siri (rasa malu) dan rasa siri itu harus dihargai. Jika rasa siri tidak dihargai maka orang tersebut akan marah dan kalap bahkan bisa membunuh orang lain.
Ada istilah “ujung sensitif” yang dimiliki oleh orang luar menjadi pegangan dalam lingkup entik bugis tersebut seperti cappa lilla (ujung lidah) isyarat verbal yang artinya semua orang harus disapa dengan santun dan penuh penghargaan. Namun jika diremehkan maka orang tersebut akan marah dan dapat membunuh orang. Cappa kwali (ujung badik) benda tajam dipergunakan untuk membela diri.  Di bugis dilarang semena- mena dengan orang lain karena siapa pun yang mendapatkan penganiayaan wajib membela diri hingga nyawa taruhannya. Coppa laso (ujung kemaluan laki-laki) ini berarti perlindungan terhadap perempuan dari kesewenangan kaum laki – laki.
Nilai siri sebagai budaya yang melekat dalam kultur mengalami proses transformasi yang berlangsung dengan sendirinya melalui pewarisan secara ilmiah. Nilai siri dibentuk oleh lingkungannya tanpa ada penyesuaian kognitif dan emosional secara wajar.

Penerapan Pembelajaran Nilai Budaya Siri’­­­­
Pembelajaran nilai budaya siri terdapat dala mata pelajaran muatan lokal (Mulok), Agama, PKN, Bahasa Indonesia dan IPS. Nilai siri ini diintegrasikan dalam mata pelajaran IPS yg diharapkan mampu memfasilitasi aspek-aspek kognitif dan behavioral pebelajar.

Titik Tolak Pembelajaran
Mengacu pada standar kompetensi lulusan satuan pendidikan (SKL-SP), maka nilai budaya siri diharapkan :
1.      Mengenal kekurangan dan kelebihan diri sendiri
2.      Mematuhi aturan sosial yg berlaku
3.      Menghargai keberagaman
4.      Menggunakan informasi secara logis, kritis dan kreatif
5.      Menunjukkan rasa ingin tahu yg mendalam
6.      Menunjukkan kemampuan memecahkan masalah
7.      Peka terhadap gejala alam dan sosial
8.      Menunjukkan kecintaan terhadap Tanah Air
9.      Sopan santun
10.  Dapat bekerja sama

Strategi
IPS tergolong dalam mata pelajaran yg berkarakter “Cognitive Grouth” yakni mata pelajaran yg membutuhkan penalaran, pembandingan dan pengalaman serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Strategi untuk pencapaian optimal :
1.      Memprioritaskan “kepedulian kognitif” artinya melihat proses bagaimana cara mempelajarinya
2.      Mempertimbangkan tingkat kognitif
3.      Guru harus interaktif dan mampu mengorganisir struktur pemahaman belajar
4.      Siswa mampu menghubungkan informasi yg ada
5.      Guru harus dapat menangkap respon yg diberikan oleh siswa

Langkah-langkah
Dalam proses pembelajaran nilai siri dalam mata pelajaran IPS maka pembelajaran diberikan muatan kultural yg menyangkut konten :
1.      Orientasi    :  menjelaskan tujuan yg hendak dicapai dengan mendeskripsikan pengertian, manfaat, dll
2.      Eksplorasi  :  pencarian kemampuan dasar siswa dengan mengembangkan percakapan dan tanya jawab
3.      Pemaparan :  menceritakan kasus yg mengandung nilai budaya siri’
4.      Penyelidikan         :  memberikan kesempatan siswa untuk berfikir kritis dan mengembangkan kemampuan
5.      Akomodasi            :  membentuk pengetahuan baru melalui peyimpulan hasil belajar
6.      Transformasi         :  menerapkan pengetahuan yg telah dimiliki
Proses pembelajaran di atas diperkuat melalui norma yg berlaku agar siswa memahami bahwa nilai kebudayaan siri adalah warisan yg tidak dapat ditinggalkan atau dilupakan.

Mengembangkan Materi
Materi pembelajaran yang di kembangkan adalah materi yang sesuai dengan SKL-SP pembelajaran IPS di SD ,yaitu  :
1.      Mengenai peletakan dasar kecerdasan
2.      Pengetahuan
3.      Kepribadian
4.      Akhlak mulia.
Keempat  materi pembelajaran IPS di SD  yang menjadi target (instructional effects) dikembangkan menggunakan pendekatan majemuk dan kecerdasan emosional, yang dapat diharapkan berdampak pada penajaman bidang intelegensi (analitik ,sintetik, dan praktikal dari Stenberg)
Ke empat materi pengembangan belajar dapat di arahkan untuk mencermati kasus kasus yang relevan dalam kehidupan sehari hari.
Contoh : guru memfasilitasi agar pembelajar dapat memahami isis cariterA dalam perspeltif yang beragam dengan mengerahkan bidang intelegensi masing masing pembelajar.
Pengembangan materi : si A meninggal dunia dalam perjalanan rumah sakit akibat kehabisan darah setelah di tikam oleh si B .si B merupakan tetangga si A.si B menikam karena malu (masiri) oleh kata kata si A yang menuduhnya …
Dalam hal ini guru dapat mengmbangkan wacana tersebut untuk menstimulasi pebelajar agar dapat mengerahkan intelegensi masing masing  secara interpersonal dan emosional ,dengan merujuk pada kemapuan berpikir  analitik ,sintetik ,dan praktikal,melalui:
Proses pebelajar dapat menganalisis dan mensintesiskan tindakan dan akibat si A dan si B
Dalam konteks nilai budaya siri’, selanjutnya pelajar di tuntun oleh guru penggunakan intelegensi intrapersonal, interpersonal, emosional sesuai pengalaman masing masing.

Mengembangkan Strategi Pembelajaran
Rancangan pembelajatan IPS di SD yang hendak di acarkan ini pada dasarnya dapat di kembangkan lebih jauh .
Untuk mencapai hasil tumpang sari itu di butuhkan strategi ,yaitu upaya khusus yang lasimnya di gunakan sebagai acuan dalam menata kekuatan penutup kelemahan untuk mencapai tujuan pembelajaran (joni,1993),sebagai sebuah teknik. Ada 3 catatan penting yang menjadi pasangan komplementer dalam strategi pembelajaran multijalur, yaitu:
1.dinamika kelas
2.aktivasi pebelajar
3.dan pengayaan metode.

DINAMIKA KELAS
Guru sebagai fasilisator mengelola kelas ,strategi ini di perlukan dalam menciptakan suasana yang pas untuk memampukan penelajar dalam mengeksplorasi kemampuan.
AKTIVASI PEBELAJAR
Melalui pendekatan cbsa (cara belajar siswa aktif ).
a.memandang kegiatan belajar sebagai pemberian makna konstruktivistik.
b.dengan di tuntun azas tut wuri handayani,pengendalian kegiatan belajar harus meletakan dasar bagi pembentukkan prakarsa dan tanggung jawab  belajar para pelajar kearah belajar panjang hayat (Joni, 1990). Guru menstimulasi siswa yang aktif dan kreatif, yaitu menggunakan materi pembeljaran ‘’siri’’.
PENGAYAAN METODE
Guru di harapkan beranjak dari metode lama yang monoton (ceramah)yang di nilai tidak produktif. Dalam pembejaran guru dapat menggunakan metode–metode seperti :
a.ekspositori
b.demontrasi
c.refleksi
d.latihan.
e.curah pendapat.
f.gerak tubuh
g.tanya jawab
h.tanya jawab
i.diskusi
j.pengamatan.
h.eksperimen




Evaluasi
Evaluasi pembelajaran yang di lakukan untuk mengukur mulai dari informasi sampai kemampuan belajar. Teknik dan objek evaluasi sesuai dengan bidang yang di nilai secara garis besar adalah :
a.       evaluasi proses menilai perhatian ,keseriusan ,dan kreatif
b.      evaluasi portfolio menilai laporan tertulis yang merekam garis besar materi
c.       evaluasi tertulis ,menilai kemampuan peeljar mengeksplorasi dan memperagakan pemahamannya.

Penutup
Kesimpulannya (1) Nilai  budaya “siri” pada komunitas sulewesi selatan perlu ditinjau kemurnianya,sebab dalam aktualisasinya yang muncul hanya muatan negatifnya saja sehingga terbentuk stereotype buruk, (2) Diduga penyebabnya adalah jalur transformasi yang hanya mengandalkan pembelajaran dilingkungan keluarga dengan wawasan yang sangat terbatas dan tertutup, (3) Pembelajaran persekolahan  dapat dijadikan alternatif untuk pengayaan makna nilai siri’  dari jalur transformasi diagonal dan horisontal,yaitu melalui pengintegrasian nilai siri’ kedalam mata pelajaran  non ekstrakta khususnya pada TK,SD,SLTP, (4) Mata pelajaran IPS dapat dijadikan sebagai tumpangan pembelajaran nilai siri’.


DISUSUN OLEH :
1)    AZIZAH FATHIA (11510276)
2)    DINA CHAIRUNNISA (12510057)
3)    EKA SEPTIYANI (12510295)
4)    ELLA NOVITA (12510338)
5)    NUNUNG HAIRIYAH (19510667)

Rabu, 03 Oktober 2012

PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA

Nama     : Dina Chairunnisa

Npm       : 12510057
Kelas      : 3 PA 07


Psikologi lintas budaya. Apa sih Psikologi lintas budaya ? mungkin masih asing ditelinga kita, maka dari itu saya akan membahas tentang psikologi lintas budaya, termasuk pengertiannya, tujuan, hubungan dengan ilmu lain dan masih banyak lagi yang akan dibahas disini. Tapi pertama saya akan membahas pengertian Pi\sikologi lintas budaya terlebih dahulu.


1. Pengertian Psikologi Lintas Budaya :



  • Menurut Matsumoto, (2004) adalah Dalam arti luas, psikologi lintas budaya terkait dengan pemahaman atas apakah kebenaran dan prinsip-prinsip psikologis bersifat universal (berlaku bagi semua orang di semua budaya) ataukah khas budaya (culture spscific, berlaku bagi orang-orang tertentu di budaya-budaya tertentu).
  • Brislin, Lonner, dan Thorndike, (1973) : psikologi lintas budaya ialah kajian empirik mengenai anggota berbagai kelompok budaya yang telah memiliki perbedaan pengalaman, yang dapat membawa ke arah perbedaan perilaku yang signifikan dan dapat diramalkan.
  • Seggal, Dasen, dan Poortinga (1990) : psikologi lintas budaya adalah kajian ilmiah mengenai perilaku manusia dan penyebarannya, sekaligus memperhitungkan cara perilaku itu dibentuk, dan dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial dan budaya.
  • Triandis, Malpass, dan Davidson (1972) : psikologi lintas budaya mencakup kajian suatu pokok persoalan yang bersumber dari dua budaya atau lebih, dengan menggunakan metode pengukuran yang ekuivalen, untuk menentukan batas-batas yang dapat menjadi pijakan teori psikologi umum dan jenis modifikasi teori yang diperlukan agar menjadi universal.
2. Tujuan mempelajari lintas budaya :

untuk memahami persamaan dan perbedaan yang terjadi di kehidupan manusia berdasarkan budaya - budaya yang sangat beranekaram terlebih di Indonesia.

3. Hubungan Psikologi Lintas Budaya dengan ilmu lain :

Hubungan Psikologi Lintas Budaya dengan Sosiologi  Soerjono Soekamto, 
Sosiologi adalah ilmu yang berpusat pada segi-segi kemasyarakatan yang bersifat umum dan berusaha untuk mendapatkan pola umum kehidupan masyarakat. 
Hubungan Psikologi Lintas Budaya dengan Sosiologi adalah sama-sama mempelajari mengenai fungsi individu dalam masyarakat serta mempelajari budaya dan kelompok etnik yang berada dalam masyarakat, namun psikologi lintas budaya lebih kepada bidang psikologisnya.


Psikologi lintas budaya dengan Kepribadian, 
Konsep dasar psikologi yang berusaha menjelaskan keunikan manusia. Kepribadian mempengaruhi dan menjadi kerangka acuan dari pola pikir dan perilaku manusia, serta bertindak sebagi aspek fundamental dari setiap individu yang tak lepas dari konsep kemanusiaan yang lebih besar, yaitu budaya sebagai konstruk sosial. 

Hubungan antara psikologi lintas budaya dengan ekologi,
Ekologi mempelajari mengenai interaksi yang baik dengan makhluk hidup maupun lingkungan yang aneka ragam.

Psikologi Lintas Budaya dengan Antropolgi,
Antropologi lebih memusatkan pada penduduk yang merupakan masyarakat tunggal, tunggal dalam arti kesatuan masyarakat yang tinggal daerah yang sama, antropologi mirip seperti sosiologi tetapi pada sosiologi lebih menitik beratkan pada masyarakat dan kehidupan sosialnya.

4. Etnosentrisme dalam Psikologi Lintas Budaya :

Etnosentrisme merupakan paham yang pertama kali diperkenalkan oleh William Graham Sunmer,seorang antropolog beraliran interaksionisme. Menurut Sunmer (1906), manusia pada dasarnya individualis, cenderung mengikuti naluri biologis mementingkan diri sendiri,namun karena dia harus berhubungan antar manusia maka terbentuklah sifat hubungan yang antagonistik (pertentangan yang mencerai-beraikan).
Menurut Matsumoto (1996) etnosentrisme adalah kecenderungan untuk melihat dunia hanya melalui sudut pandang budaya sendiri. 

5. Persamaan dan perbedaan antar budaya dalam hal transmisi budaya melalui enkulturasi dan sosialisasi :

Sosialisasi adalah proses belajar seorang anak untuk menjadi yang berpartisiapasi dalam masyarakat yang  dipelajari dalam proses sosialisasi adalah peran,nilai, dan norma sosial.

Proses sosilalisasi dilakukan sejak manusia dilahirkan,artinya sejak lahir seseorang melakukan proses belajar tentang bagaimana bertindak dan berperilaku sesuai dengan norma-norma sosial yangberlaku didalam masyarakat melalui refleksi teradap orang lain. Dengan demikian, nilai dan norma - norma sosial tersebut telah menjadi bagian dirinya.

Enkulturasi adalah proses penyesuaian diri dengan adat –istiadat, lingkungan, sistem norma, dan aturan aturan hidup lainnya.

Proses Enkulturasi dimulai sejak individu lahir didunia, dimulai dengan menyesuaikan diri di lingkungan keluarganya kemudian dengan teman bermainnya. seoranganak belajar meniru segala sesuatau yang ada disekitarnya. berbagaihal seperti norma dan peraturan, yang diperoleh dengan meniru berbagai orang dalam lingkungan pergaulannya pada  saat yang berbeda, akan menjadi pola yang lambat laun menjadi mantap membentuk cara berpikirdan cara bersikap sesuai kebudayaan masyarakatnya.

M.J.Herskovits menyatakan bahwa perbedaan antar enkulturasi dengan sosialisasi :
Enkulturasi adalah suatu proses bagi seorang baik secara sadar maupun tidak sadar, mempelajari seluruh kebudayaan masyarakat.
Sosialisasi adalah suatu proses bagi seorang anak untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma yang berlaku dalam keluarganya.
Jadi perbedaan antara enkulturasi dan sosialisasi adalah enkulturasi seseorang belajar seluruh kebudayaan masyarakat baik secara sadar maupun tidak, sedangkan sosialisaasi seseorang melakukan proses penyesuaian diri dengan lingkungan sosial.

6. Persamaan dan perbedaan antar budaya melalui perkembangan moral :

Teori perkembangan moral Kohlberg adalah suatu perbaikandan perluasan dari teori Piaget dengan memberi 3 tingkatan perkembangan moral :
  • pre-kontetional : - untuk menghindari hukuman
                           - untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari 
kontetional       : - untuk menjadi orangbaik di mata sendiri dan orang lain 
                       -  

  • -untuk memenuhi tugas yang telah disetujuii agar sistem berjalan


    • post-kontetional:- untuk memenuhi kontrak sosial atau melakukan hal-hal yang memiliki tingkat  kemanfaatan tinggi
                             - untuk mengikuti prinsip-prinsip etis universal yang dipilih sendiri 

    kualitas hasil perkembangan sosial sangat bergantung pada kualitas proses belajar (khususnya belajar sosial), baik dilingkungan sekolah, keluarga, maupun di lingkungan masyarakat. Hal ini bermakna bahwa proses belajar sangat menentukan kemampuan siswa dalam bersikap dan berperilaku sosial yang selaras dengan norma moral, agama, moral tradisi, moral hukum, dan norma moral yang berlaku dalam masyarakat.

    7. Persamaan dan Perbedaan antar budaya dalam konformitas,komplience, dan oblidience :

    Menurut John M. Shepard konformitas adalah bentu interaksi yang didalamnya seseorang berperilaku terhadap orang lain sesuai dengan harapan masyarakat dimana ia tinggal. Konformitas merupakan proses dengan cara menaati norma dan nilai - nilai masyarakat.
    Compliance adalah konformitas yang dilakukan secara terbuka sehingga terlihat oleh umum, walaupun hatinya tidak setuju.
    Kepatuhan atau obedience merupakan salah satu bentuk ketundukan yang muncul ketika orang mengikuti suatu perintah langsung, biasanya dari seseorang dengan suatu posisi otoritas.


         
    Untuk membandingkan bagaimana conformity, compliance, dan obedience secara lintas budaya, maka telah itu harus memusatkan perhatian pada nilai konformitas dan kepatuhan itu sebagai konstruk sosial yang berakar pada budaya. Dalam budaya kolektif, konformitas dan kepatuhan tidak hanya dipandang “baik” tetapi sangat diperlukan untuk dapat berfungsi secara baik dalam kelompoknya, dan untuk dapat berhasil menjalin hubungan interpersonal dan mendapat penilaian atau kesan positif.

    8. Persamaan dan perbedaan dalam hal-hal nilai :



    Lintas budaya mengenai nilai-nilai baik kemasyarakatan maupun perseorangan tergolong baru nilai merupakan gambaran yang dipegang oleh perseorangan atau secara kolektif oleh anggota kelompok, yang mana dapat diinginkan dan mempengaruhi baik pemaknaan dan tujuan tindakan diantara pilihan-pilihan yang ada.Dalam Psikologi Lintas Budaya nilai dimasukkan sebagai salah satu aspek dari budaya atau masyarakat. Nilai muncul menjadi ciri khas yang cenderung menetap pada seseorang dan masyarakat dan karenanya penerimaan nilai berpengaruh pada sifat kerpibadian dan karakter budaya.


    A. Perilaku Gender 

    Gender menyangkut kedudukan laki-laki dan prempuan dalam masyarakat, hubungan laki-laki dan perempuan terbentuk secara sosiokultural dan bukan atas dasar biologis.

    Gender menyangkut suatu ideologi yang melatarbelakangi polapikir manusia untuk membuat aturan main dalam kehidupan bermasyarakat. Budaya yang berbeda akan memberikan hasil yang berbeda pula. Satu budaya mungkin mendukung kesamaan antara pria dan wanita, namun budaya lainnya tidak mendukung kesamaan tersebut. Dengan demikian budaya mendefinisikan atau memberikan batasan mengenai peran, kewajiban, dan tanggung jawab yang cocok bagi pria dan wanita.


    B. Sosial - masyarakat

    Masyarakat didefinisikan oleh Ralph Linton sebagai "setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja bersama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas".Terdapat hubungan dan saling mempengaruhi antara individu, masyarakat dan kebudayaannya. Individu, masayarakat dan kebudayaannya tak dapat dipisahkan. Hal ini sebagaimana Anda maklumi bahwa setiap individu hidup bermasyarakat dan berbudaya, adapun masyarakat itu sendiri terbentuk dari individu-individu. Masyarakat dan kebudayaan mempengaruhi individu, sebaliknya masyarakat dan kebudayaan dipengaruhi pula oleh individu-individu yang membangunnya.

    C. Sosial- kognitif

    Kognitif diartikan sebagai kegiatan untuk memperoleh, mengorganisasikan dan menggunakan pengetahuan. Dalam psikologi, kognitif adalah referensi dari faktor-faktor yang mendasari sebuah prilaku. Kognitif juga merupakan salah satu hal yang berusaha menjelaskan keunikan manusia. Sedangkan kebudayaan (culture) dalam arti luas merupakan kreativitas manusia (cipta, rasa dan karsa) dalam rangka mempertahankan kelangsunganhidupnya. Manusia akan selalu melakukan kreativitas (dalam arti luas) untuk memenuhi kebutuhannya (biologis, sosiolois, psikologis) yang diseimbangkan dengan tantangan, ancaman, gangguan, hambatan (AGHT) dari lingkungan alam dan sosialnya.

    Kecerdasan Umum
    Kecerdasan umum merupakan tingakat IQ dalam suatu kebudayaan atau daerah secara umum. Menurut Mc. Shane dan Berry kecerdasan umum mempunyai suatu tinjauan yang cukup tajam terhadap terhadap tes kemampuan kognitif. Mereka menambahkan tentang deprivasi individu (kemiskinan, gizi yang rendah, dan kesehatan), disorganisasi budaya sebagai pendektan untuk melengkapi konsep G. jika disimpulkan beberapa hal yang memepengaruhi kemempuan kognitif seseorang bukanlah budaya yang ada pada lingkungan mereaka akan tetapi kemampuan ini dipengaruhi oleh faktor genetik, keadaan psikis, deprivasi individu dan disorganisasi budaya.
    Genetic epistemologi (faktor Keturunan)
    Genetic Epistemologi adalah salah satu teori dari jean Piaget yang isinya adalah mengatakan bahwa adanya koherensi antara penampilankonitif saat berbagai diberikan pada seseorang. Piagetian berkembang dari penelitian yang homogen menjadi heterogen. Penelitian lintas budaya yang menggunakan paradigma ekokultural membawa kesimpulan bahwa ekologi dan faktor budaya tidak mempengaruhi hubungan antar tahap tapi mempengaruhi seberapa cepat dalam mencapainya. Perkembangan kognitif berdasarkan data tidak akan sama disetiap tempat dan kebudayaan tertentu.
    Cara Berpikir
    Dalam pendekatan kecerdasan umum dan genetik epistemologi, cara berpikir seseorang cenderung mengarah pada aspek “bagaimana” dari pada aspek “seberapa banyak” (kemempuan) dalam kehidupan kognitifnya. Kemampuan kognitif dan model-model kognitif merupakan salah satu cara bagi sebuah suku dan anggotanya membuat kesepakatan yang efektif terhadap masalahyang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Pendekatan ini mencari pola dari aktivitas kognitif berdasarkan asumsi universal bahwa semua proses berlaku pada semua kelompok, tetapi pengembangan dan penggunaan yang berbeda akan mengarah pada pola kemampuan yang berbeda juga. Contextualized coqnition (Pengamatan kontekstual)
    secara garis besar Cole dan Scriber memberikan suatu metodologo dan teori tetang kontek kognisi. Teori dan metodologi tersebut diujikan untuk penghitungan kemampuan kognitif secara spesifik dalam suatu kontek budaya dengan menggunakan kontek kognisi yang di sebut sebagai Contextualized cognition. Untuk memperkuat pendekatan mereka, cole membuat suatu studi empiris dan tunjauan terhadap literatur.



    D. Individual-kolektif

    individual adalah diri yang fokus pada atribut internal yang sifatnya personal; kemampuan individual, inteligensi, sifat kepribadian dan pilihan-pilihan individual. Diri adalah terpisah dari orang lain dan lingkungan.
    kolektif adalah nilai keberhasilan dan harga diri adalah apabila individu tersebut mampu memenuhi kebutuhan komunitas dan menjadi bagian penting dalam hubungan dengan komunitas. Individu focus pada status keterikatan mereka (interdependent), dan penghargaan serta tanggung jawab sosialnya. Aspek terpenting dalam pengalaman kesadaran adalah saling terhubung antar personal. Dalam budaya diri kolektif ini, informasi mengenai diri yang terpenring adalah aspek-aspek diri dalam hubungan.


    DaftarPustaka :
    • Parsons, patricia (2004). Etika public reations. Jakarta: Erlangga
    • Liliweri, alo (2005). Prasangka & konflik. Yogyakarta: LKiS Yogyakarta
    • Maryati, kun & suryawati, juju (2001). Jakarta: Erlangga
    • http//bigsidik.blogspot.com/2011/09/psikologi-lintas- 
    •     budaya.html.04/10/2012